Cara Alami Menebak Jenis Kelamin Janin


Saat usia kehamilan bertambah besar, salah satu hal yang paling menyenangkan dilakukan oleh calon orang tua adalah menebak jenis kelamin janin.

Meskipun kemajuan dunia kedokteran sudah bisa membantu para orangtua untuk mengetahui jenis kelamin janin dalam perut ibu. Namun, hingga kini banyak calon orangtua yang masih mengandalkan berbagai tanda 'peninggalan' leluhur untuk menebak calon bayi mereka.


Sayangnya, hingga saat ini cara alami ini belum dapat dipastikan kebenarannya. Namun dengan tanda-tanda alami berikut ini, para calon orangtua dapat menebak jenis kelamin calon anak mereka dengan cara yang lebih menyenangkan.

Penasaran ingin mengetahui?


Bayi laki-laki:

  1. Tidak mengalami mual-mual di pagi hari selama masa awal kehamilan.

  2. Detak jantung janin kurang dari 140 detak/menit.

  3. Berat badan bertambah pada bagian perut.

  4. Perut terihat seperti bola basket.

  5. Posisi perut seperti turun ke bawah.

  6. Menginginkan makanan yang asin dan asam.

  7. Menginginkan makanan yang mengandung banyak protein, seperti daging dan keju.

  8. Kaki terasa lebih dingin dibandingkan dengan sebelum kehamilan.

  9. Bulu kaki tumbuh lebih cepat selama masa kehamilan.

  10. Tangan sangat kering.

  11. Tidur dengan kepala mengarah utara.

  12. Berat badan calon ayah ikut bertambah seiring dengan bertambahnya berat badan calon ibu.

  13. Calon ibu terlihat lebih menarik.

  14. Urin berwarna kuning terang.

  15. Hidung calon ibu melebar.

  16. Sering mengalami sakit kepala.

Bayi Perempuan:

  1. Mengalami mual-mual di pagi hari di masa awal kehamilan.

  2. Detak jantung janin paling tidak mencapai 140 detak/menit.

  3. Berat badan bertambah pada bagian paha.

  4. Payudara sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan payudara sebelah kanan.

  5. Sebagian rambut berubah warna menjadi
    kemerah-merahan.

6. Posisi perut di atas.
7. Perut terlihat seperti buah semangka.
8. Menginginkan makanan yang manis.
9. Menginginkan buah-buahan, terutama jus jeruk.
10. Penampilan calon ibu tidak semenarik biasanya. Mood lebih mudah berubah.
11. Tidur dengan kepala mengarah selatan. Warna urin kuning pucat.
read more "Cara Alami Menebak Jenis Kelamin Janin"

Mitos tebak jenis kelamin tanpa USG

Orangtua yang ingin tahu jenis kelamin calon bayinya biasanya akan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) saat trimester kedua. Tapi ada juga lho cara-cara yang tidak ilmiah yang dipercaya turun temurun hampir kebanyakan perempuan di dunia.

Tes USG memang tidak bisa menjamin akurasi 100 persen untuk menentukan jenis kelamin tapi dipercaya masih cara yang paling baik. Walaupun hingga kini masih banyak yang merasa tidak perlu mengetahui jenis kelamin bayi lewat USG biar ada kejutan saat kelahiran.

Meski begitu cara-cara tradisional atau naluri ibu banyak pula dilakukan perempuan untuk sekedar menebak buah hatinya. Hasilnya memang tidak dijamin 100 persen, tetapi banyak perempuan hamil yang telah membuktikannya selama beratus-ratus tahun.

Seperti dilansir eHow, Senin (15/11/2010) beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menebak jenis kelamin tersebut adalah:

1. Mengalami mual-mual parah selama trimester pertama itu pertanda akan mendapat bayi perempuan. Sebaliknya jika tidak mengalami mual-mual parah atau tingkat mualnya rendah pertanda anak laki-laki.

2. Tonjolan perut tinggi (runcing) pertanda anak lelaki. Sebaliknya jika tonjolan perut rendah pertanda anak perempuan.

3. Tubuh terasa lebih bengkak terutama pada paha dan pinggul dipercaya sebagai tanda anak perempuan yang sedang mengambil kecantikan ibunya. Tapi jika kelebihan berat badan cenderung ke depan itu pertanda anak lelaki.

4. Lebih suka makanan yang mengandung protein seperti daging serta suka makanan yang asin dan asam itu pertanda anak lelaki. Sebaliknya jika suka makanan manis dan buah-buahan pertanda anak perempuan.

5. Posisi tidur jika lebih suka arah utara dipercaya pertanda anak laki-laki, tapi sebaliknya jika lebih senang tidur ke arah selatan pertanda anak perempuan.

Memang belum ada bukti ilmiahnya, tapi dari pengalaman perempuan-perempuan hamil ciri-ciri tersebut terjadi saat mereka mengandung anak lelaki atau perempuan.

bagi bunda yang tidak sempat USG, mungkin artikel ini bisa bantu mengetahui jenis kelamin si baby. tapi apapun yang diberikan Allah, sudah selayaknya kita sukuri. anak perempuan ataupun laki2 asal kita didik dengan baik, pasti akan jadi anak yang baik pula.
read more "Mitos tebak jenis kelamin tanpa USG"

Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab

Menentukan awal ramadhan dilakukan dengan salah satu dari dua cara berikut:

1. Melihat hilal ramadhan.
2. Menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.

Melihat Hilal Ramadhan

Dasar dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

”Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah: 185)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً ، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ

”Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”[1]

Menurut mayoritas ulama, jika seorang yang ‘adl (sholih) dan terpercaya melihat hilal Ramadhan, beritanya diterima. Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنِّى رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

“Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa.”[2]

Sedangkan untuk hilal syawal mesti dengan dua orang saksi. Inilah pendapat mayoritas ulama berdasarkan hadits,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian.”[3] Dalam hadits ini dipersyaratkan dua orang saksi ketika melihat hilal Ramadhan dan Syawal. Namun untuk hilal Ramadhan cukup dengan satu saksi karena hadits ini dikhususkan dengan hadits Ibnu ‘Umar yang telah lewat.[4]

Menentukan Awal Ramadhan dengan Ru’yah Bukan dengan Hisab

Perlu diketahui bersama bahwasanya mengenal hilal adalah bukan dengan cara hisab. Namun yang lebih tepat dan sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengenal hilal adalah dengan ru’yah (yaitu melihat bulan langsung dengan mata telanjang). Karena Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi contoh dalam kita beragama telah bersabda,

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

”Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis)[5] dan tidak pula mengenal hisab[6]. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).”[7]

Ibnu Hajar Asy Syafi’i rahimahullah menerangkan,

“Tidaklah mereka –yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengenal hisab kecuali hanya sedikit dan itu tidak teranggap. Karenanya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan hukum puasa dan ibadah lainnya dengan ru’yah untuk menghilangkan kesulitan dalam menggunakan ilmu astronomi pada orang-orang di masa itu. Seterusnya hukum puasa pun selalu dikaitkan dengan ru’yah walaupun orang-orang setelah generasi terbaik membuat hal baru (baca: bid’ah) dalam masalah ini. Jika kita melihat konteks yang dibicarakan dalam hadits, akan nampak jelas bahwa hukum sama sekali tidak dikaitkan dengan hisab. Bahkan hal ini semakin terang dengan penjelasan dalam hadits,

فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ

“Jika mendung (sehingga kalian tidak bisa melihat hilal), maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” Di sini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, “Tanyakanlah pada ahli hisab”. Hikmah kenapa mesti menggenapkan 30 hari adalah supaya tidak ada peselisihihan di tengah-tengah mereka.

Sebagian kelompok memang ada yang sering merujuk pada ahli astronom dalam berpatokan pada ilmu hisab yaitu kaum Rofidhoh. Sebagian ahli fiqh pun ada yang satu pendapat dengan mereka. Namun Al Baaji mengatakan, “Cukup kesepakatan (ijma’) ulama salaf (yang berpedoman dengan ru’yah, bukan hisab, -pen) sebagai sanggahan untuk meruntuhkan pendapat mereka.” Ibnu Bazizah pun mengatakan, “Madzhab (yang berpegang pada hisab, pen) adalah madzhab batil. Sunguh syariat Islam elah melarang seseorang untuk terjun dalam ilmu nujum. Karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) bahkan bukan sangkaan kuat. Seandainya suatu perkara dikaitkan dengan ilmu hisab, sungguh akan mempersempit karena tidak ada yang menguasai ilmu ini kecuali sedikit”.[8]

Apabila pada Malam Ketigapuluh Sya’ban Tidak Terlihat Hilal

Apabila pada malam ketigapuluh Sya’ban belum juga terlihat hilal karena terhalangi oleh awan atau mendung maka bulan Sya’ban disempurnakan menjadi 30 hari.

Salah seorang ulama Syafi’i, Al Mawardi rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk berpuasa ketika diketahui telah masuk awal bulan. Untuk mengetahuinya adalah dengan salah satu dari dua perkara. Boleh jadi dengan ru’yah hilal untuk menunjukkan masuknya awal Ramadhan. Atau boleh jadi pula dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Karena Allah Ta’ala menetapkan bulan tidak pernah lebih dari 30 hari dan tidak pernah kurang dari 29 hari. Jika terjadi keragu-raguan pada hari keduapuluh sembilan, maka berpeganglah dengan yang yakin yaitu hari ketigapuluh dan buang jauh-jauh keraguan yang ada.”[9]

Puasa dan Hari Raya Bersama Pemimpin dan Mayoritas Manusia

Jika salah seorang atau satu organisasi melihat hilal Ramadhan atau Syawal, lalu persaksiannya ditolak oleh penguasa apakah yang melihat tersebut mesti puasa atau mesti berbuka? Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di antara para ulama.

Salah satu pendapat menyatakan bahwa ia mesti puasa jika ia melihat hilal Ramadhan dan ia mesti berbuka jika ia melihat hilal Syawal. Namun keduanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi[10] agar tidak menyelisi mayoritas masyarakat di negeri tersebut. Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, salah satu pendapat dari Imam Ahmad dan pendapat Ibnu Hazm. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

”Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah: 185)

Pendapat lainnya menyatakan bahwa hendaklah orang yang melihat hilal sendiri hendaklah berpuasa berdasarkan hilal yang ia lihat. Namun hendaklah ia berhari raya bersama masyarakat yang ada di negerinya. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad.

Sedangkan pendapat yang terakhir menyatakan bahwa orang tersebut tidak boleh mengamalkan hasil ru’yah, ia harus berpuasa dan berhari raya bersama masyarakat yang ada di negerinya.Dalil dari pendapat terakhir ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.”[11] Ketika menyebutkan hadits tersebut, Abu Isa At Tirmidzi rahimahullah menyatakan, ”Sebagian ulama menafsirkan hadits ini dengan mengatakan, “Puasa dan hari raya hendaknya dilakukan bersama jama’ah (yaitu pemerintah kaum muslimin) dan mayoritas manusia (masyarakat)”. ”

Pendapat terakhir ini menjadi pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.[12] Pendapat inilah pendapat yang kami nilai lebih kuat. Penjelasannya sebagai berikut.

Perlu diketahui bahwa hilal bukanlah sekedar fenomena alam yang terlihat di langit. Namun hilal adalah sesuatu yang telah masyhur di tengah-tengah manusia, artinya semua orang mengetahuinya.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Hilal asalnya bermakna kata zuhur (artinya: nampak) dan rof’ush shout (meninggikan suara). [Artinya yang namanya hilal adalah sesuatu yang tersebar dan diketahui oleh orang banyak, -pen]. Jika hilal hanyalah nampak di langit saja dan tidak nampak di muka bumi (artinya, diketahui orang banyak, -pen), maka semacam itu tidak dikenai hukum sama sekali baik secara lahir maupun batin. Akar kata dari hilal sendiri adalah dari perbuatan manusia. Tidak disebut hilal kecuali jika ditampakkan. Sehingga jika hanya satu atau dua orang saja yang mengetahuinya lantas mereka tidak mengabarkan pada yang lainnya, maka tidak disebut hilal. Karenanya, tidak ada hukum ketika itu sampai orang yang melihat hilal tersebut memberitahukan pada orang banyak. Berita keduanya yang menyebar luas yang nantinya disebut hilal karena hilal berarti mengeraskan suara dengan menyebarkan berita kepada orang banyak.”[13]

Beliau rahimahullah mengatakan pula, “Allah menjadikan hilal sebagai waktu bagi manusia dan sebagai tanda waktu berhaji. Ini tentu saja jika hilal tersebut benar-benar nampak bagi kebanyakan manusia dan masuknya bulan begitu jelas. Jika tidak demikian, maka bukanlah disebut hilal dan syahr (masuknya awal bulan). Dasar dari permasalahan ini, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengaitkan hukum syar’i -semacam puasa, Idul Fithri dan Idul Adha- dengan istilah hilal dan syahr (masuknya awal bulan). Allah Ta’ala berfirman,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji” (QS. Al Baqarah: 189)[14]

Ibnu Taimiyah kembali menjelaskan, “Syarat dikatakan hilal dan syahr (masuknya awal bulan) apabila benar-benar diketahui oleh kebanyakan orang dan nampak bagi mereka. Misalnya saja ada 10 orang yang melihat hilal namun persaksiannya tertolak. Lalu hilal ini tidak nampak bagi kebanyakan orang di negeri tersebut karena mereka tidak memperhatikannya, maka 10 orang tadi sama dengan kaum muslimin lainnya. Sebagaimana 10 orang tadi tidak melakukan wukuf, tidak melakukan penyembelihan (Idul Adha), dan tidak shalat ‘ied kecuali bersama kaum muslimin lainnya, maka begitu pula dengan puasa, mereka pun seharusnya bersama kaum muslimin lainnya. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha”

Imam Ahmad –dalam salah satu pendapatnya- berkata,

يَصُومُ مَعَ الْإِمَامِ وَجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ فِي الصَّحْوِ وَالْغَيْمِ

“Berpuasalah bersama pemimpin kalian dan bersama kaum muslimin lainnya (di negeri kalian) baik ketika melihat hilal dalam keadaan cuaca cerah atau mendung.”

Imam Ahmad juga mengatakan,

يَدُ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ

“Allah akan senantiasa bersama para jama’ah kaum muslimin”.[15]

Jika Satu Negeri Melihat Hilal, Apakah Berlaku Bagi Negeri Lainnya?

Misalnya ketika di Saudi sudah melihat hilal, apakah mesti di Indonesia juga berlaku hilal yang sama? Ataukah masing-masing negeri berlaku hilal sendiri-sendiri?

Berikut kami nukilkan keterangan dari para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia).

Pertanyaan: “Bagaimana menurut Islam mengenai perbedaan kaum muslimin dalam berhari raya Idul Fithri dan Idul Adha? Mengingat jika salah dalam menentukan hal ini, kita akan berpuasa pada hari yang terlarang (yaitu hari ‘ied) atau akan berhari raya pada hari yang sebenarnya wajib untuk berpuasa. Kami mengharapkan jawaban yang memuaskan mengenai masalah yang krusial ini sehingga bisa jadi hujah (argumen) bagi kami di hadapan Allah. Apabila dalam penentuan hari raya atau puasa ini terdapat perselisihan, ini bisa terjadi ada perbedaan dua sampai tiga hari. Jika agama Islam ini ingin menyelesaikan perselisihan ini, apa jalan keluar yang tepat untuk menyatukan hari raya kaum muslimin?

Jawab: Para ulama telah sepakat bahwa terbitnya hilal di setiap tempat itu bisa berbeda-beda dan hal ini terbukti secara inderawi dan logika. Akan tetapi, para ulama berselisih pendapat mengenai teranggapnya atau tidak hilal di tempat lain dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Dalam masalah ini ada dua pendapat. Pendapat pertama adalah yang menyatakan teranggapnya hilal di tempat lain dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan walaupun berbeda matholi’ (wilayah terbitnya hilal). Pendapat kedua adalah yang menyatakan tidak teranggapnya hilal di tempat lain. Masing-masing dari dua kubu ini memiliki dalil dari Al Kitab, As Sunnah dan qiyas. Terkadang dalil yang digunakan oleh kedua kubu adalah dalil yang sama. Sebagaimana mereka sama-sama berdalil dengan firman Allah,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah: 185)

Begitu juga firman Allah,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. Al Baqarah: 189)

Mereka juga sama-sama berdalil dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

“Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perbedaan pendapat menjadi dua kubu semacam ini sebenarnya terjadi karena adanya perbedaan dalam memahami dalil. Kesimpulannya bahwa dalam masalah ini masih ada ruang untuk berijtihad. Oleh karena itu, para pakar fikih terus berselisih pendapat dalam masalah ini dari dahulu hingga saat ini.

Tidak mengapa jika penduduk suatu negeri yang tidak melihat hilal pada malam ke-30, mereka mengambil ru’yah negeri yang berbeda matholi’ (beda wilayah terbitnya hilal). Namun, jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat, maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya. Namun, jika penguasa di negeri tersebut bukanlah muslim, hendaklah dia mengambil pendapat majelis ulama di negeri tersebut. Hal ini semua dilakukan dalam rangka menyatukan kaum muslimin dalam berpuasa Ramadhan dan melaksanakan shalat ‘ied.

Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.[16]

Semoga sajian kali ini bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://www.muslim.or.id/


read more "Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab"

Menghitung Masa Subur Perempuan

Selasa, 23/02/2010 08:15 WIB

Menghitung Masa Subur Perempuan

Vera Farah Bararah - detikHealth



Ilustrasi (Foto: pregnancyandbaby)
Jakarta, Mengetahui kapan masa subur menjadi hal penting bagi perempuan yang sedang mencoba untuk hamil. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan perempuan untuk mengetahui kapan masa suburnya.

Kehamilan bisa terjadi jika satu sel telur yang matang berhasil dibuahi oleh sperma dan tertanam di dalam rahim. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk memprediksi masa subur seorang perempuan. Cara terbaik adalah dengan memberikan perhatian lebih pada tubuh dan mengenali tanda-tanda bahwa ovulasi sudah dekat.

Seperti dikutip dari Babyhopes, Selasa (23/2/2010) beberapa cara bisa dilakukan untuk mengetahui kapan waktu subur tiba:

Menghitung hari atau sistem kalender.
Kalender ovulasi bisa bekerja dengan sangat baik untuk menentukan potensi masa subur jika memiliki siklus yang teratur.

Bagi yang memiliki siklus menstruasi teratur masa subur berlangsung pada hari ke 14 -/+ 1 hingga hari haid berikutnya, artinya terjadi pada hari ke 13-15 sebelum tanggal haid berikutnya. Hari pertama haid dihitung sebagai hari ke-1.

Bagi yang siklusnya tidak teratur, pertama-tama hitung panjang siklus selama 6 siklus berturut-turut hingga didapatkan siklus terpanjang dan terpendek. Siklus terpanjang dikurangi 11, sedangkan siklus terpendek dikurangi 18 dan didapatkan masa suburnya. Misal siklus terpanjang 30 dan siklus terpendek 26, perhitungannya adalah (30-11 = 21) dan (26-18 = 8) masa subur berlangsung dari hari ke-8 hingga hari ke-21.

Perubahan lendir leher rahim.
Saat siklus bulanan berlangsung, maka lendir leher rahim juga akan mengalami peningkatan volume dan perubahan tekstur. Semakin banyak volume lendir yang dihasilkan mencerminkan adanya perubahan dalam tubuh yaitu meningkatnya kadar hormon estrogen. Seseorang dianggap mengalami masa paling subur jika lendirnya bersih, licin dan elastis.

Rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah.
Sekitar 1 dari 5 perempuan menandakan masa ovulasinya dengan rasa nyeri atau sakit pada perut bagian bawah, rasa nyeri yang timbul cenderung ringan. Kondisi ini dapat berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam dan merupakan tanda positif dari masa subur.

Kenaikan suhu tubuh.
Saat mengalami ovulasi, suhu tubuh biasanya akan meningkat sebesar 0,5-1,6 derajat celsius, hal ini bisa dideteksi dengan menggunakan termometer dan mengukur suhu basal tubuh (BBT). Suhu tubuh yang diukur adalah suhu pagi hari saat seseorang masih berada di tempat tidur dan belum melakukan kegiatan apapun, peningkatan suhu ini menandakan adanya peningkatan dari hormon progesteron. Metode ini membantu seseorang mengetahui apakah sudah masuk masa subur atau belum.

Alat tes ovulasi.
Alat untuk mengukur masa ovulasi bekerja dengan mendeteksi hormon pra-ovulasi yaitu LH-Surge di dalam tubuh. Alat ini dapat digunakan di rumah dan memungkinkan Anda untuk memprediksi sendiri kapan masa suburnya dengan tingkat akurasi yang besar.

Jika seseorang memiliki siklus menstruasi yang teratur akan lebih mudah untuk menentukan masa suburnya, tapi jika siklusnya terlalu panjang atau tidak teratur dibutuhkan ketelitian dalam melihat perubahan yang ada.

Siklus yang tidak teratur bisa disebabkan oleh adanya gangguan medis atau berasal dari pola makan, stres dan peningkatan aktivitas fisik.
read more "Menghitung Masa Subur Perempuan"

Posisi Seks Menentukan Kelamin Bayi


Posisi Seks Menentukan Kelamin Bayi
Sabtu, 20 Maret 2010 | 20:35 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Entah dengan alasan apa, ia menginginkan anak pertama laki-laki. Bagaimana caranya? Adakah teknik khusus, termasuk dalam hubungan intim, agar diperoleh anak laki-laki?

“Saya seorang pemuda berumur 26 tahun, TB/BB: 165 cm/69kg, berencana 2 tahun lagi menikah. Pertanyaan saya:
* Bagaimana caranya agar saya mendapatkan kemungkinan lebih besar anak laki-laki?
* Apa pengaturan waktu berhubungan dengan calon istri (maksudnya di pagi hari atau sore hari) itu menentukan jenis kelamin nantinya?
* Apakah siklus menstruasi calon istri saya menentukan untuk mendapatkan anak yang lebih dominan laki atau perempuan?
* Bagaimana cara menghitung untuk mendapatkan anak laki?”

R., Jakarta

Akibat Budaya
Bagi banyak orang di negara kita, keinginan mempunyai anak laki-laki masih sangat kuat. Tentu saja ini berkaitan erat dengan kondisi sosial budaya dan tradisi masyarakat yang masih bias gender, dengan menempatkan pria lebih daripada wanita dalam segala hal.

Di beberapa negara sedang berkembang lain dan juga negara terbelakang, keinginan seperti ini juga sangat kuat. Sebaliknya, di negara maju, keinginan mempunyai anak dengan jenis kelamin tertentu, khususnya laki-laki, tidak ada lagi. Bagi mereka, laki-laki dan wanita benar sama saja, bukan hanya slogan.

Mungkin karena keinginan mempunyai anak dengan jenis kelamin tertentu bukan hal penting bagi mereka di negara maju, tidak tampak perkembangan untuk mendapatkan cara baru dalam hal ini.

Pemisahan Spermatozoa
Sampai saat ini cara yang ada masih adalah cara yang sudah cukup lama didapat, yaitu memisahkan spermatozoa melalui suatu media khusus. Dengan pemisahan ini, didapatkan spermatozoa yang mengandung kromosom X atau Y, tergantung media apa yang digunakan.

Hasil pemisahan kemudian diinseminasikan ke dalam rahim untuk menghasilkan kehamilan dengan jenis kelamin tertentu. Walaupun hasilnya tidak dijamin seratus persen, cara ini memberikan harapan bagi mereka yang ingin merencanakan kehamilan dengan jenis kelamin tertentu.

Kalau Anda menginginkan anak dengan jenis kelamin laki-laki, cara yang cukup canggih di atas dapat dilakukan. Namun, kalau enggan menggunakan cara yang canggih itu, boleh gunakan cara yang sederhana. Tentu saja dengan tingkat kegagalan yang lebih tinggi dibandingkan cara yang lebih canggih.

Saat Subur
Cara sederhana tersebut berdasarkan perbedaan biologis antara sel spermatozoa yang mengandung kromosom X dengan yang mengandung kromosom Y. Perbedaan antara kedua sel spermatozoa sebagai berikut.

Pertama, ukuran sel spermatozoa X lebih besar, sehingga geraknya lebih lambat, sedang spermatozoa Y bergerak lebih cepat karena ukurannya lebih kecil. Kedua, sel spermatozoa X lebih tahan terhadap zat yang bersifat asam, sedang spermatozoa Y lebih tahan terhadap zat yang bersifat basa.

Berdasarkan perbedaan biologis inilah kemudian dilakukan upaya sederhana untuk memisahkan kedua jenis spermatozoa dalam perencanaan jenis kelamin bayi.
Pertama, dengan mengatur waktu melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual yang dilakukan tepat pada saat subur memungkinkan spermatozoa Y mencapai sel telur lebih dulu, sehingga diharapkan menghasilkan bayi laki-laki. Kalau dilakukan sekitar dua hari sebelum atau sesudah saat subur, diharapkan menghasilkan bayi perempuan.

Kedua, dengan memanfaatkan zat yang bersifat asam atau basa. Bila menginginkan bayi laki-laki, lakukan bilasan pada vagina dengan bahan yang bersifat basa sebelum melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, bila menginginkan bayi perempuan, lakukan bilasan dengan zat yang bersifat asam sebelum melakukan hubungan seksual.

Ketiga, dengan mengatur teknik melakukan hubungan seksual sehingga orgasme dapat diatur. Kalau menginginkan bayi laki-laki, pihak istri harus mencapai orgasme lebih dulu agar suasana di dalam vagina menjadi basa. Sebaliknya, bila menginginkan bayi perempuan, istri hendaknya mencapai orgasme kemudian agar suasana di dalam vagina tetap asam.

Tentu saja cara sederhana ini tidak dijamin memberikan hasil yang pasti. Bahkan, kegagalannya cukup tinggi karena bagi banyak orang tidak selalu mudah menentukan kapan saat subur yang tepat, dan bagaimana mengatur agar mencapai orgasme lebih dulu atau kemudian.
read more "Posisi Seks Menentukan Kelamin Bayi"

Punya Pasangan Bikin Perempuan Makin Melar?

Punya Pasangan Bikin Perempuan Makin Melar?
Hm..berapa lingkar pinggangku sekarang yah?
Minggu, 10/1/2010 21:01 WIB
KOMPAS.com - Sebuah artikel di harian The New York Times ini mungkin bisa membukakan mata Anda. Menurut artikel ini, "'Penelitian membuktikan bahwa perempuan yang telah menemukan cinta sejatinya bisa makin melar." Apakah Anda termasuk di antaranya?
Mungkin saja, karena perempuan yang telah terlibat dalam hubungan yang mapan merasa sangat bahagia dan cenderung melupakan disiplin makannya selama ini. Pengaruh hormon saat jatuh cinta bisa membuat perempuan merasa nyaman, karena pasangan kita menerima kita apa adanya. Akibatnya, kita lupa dengan hidup teratur yang kita jalani sebelum bertemu dengan si dia. Tak heran beberapa jeans andalan Anda pun mulai terasa sempit.
Penelitian yang dilakukan oleh departemen biostatistik Universitas Queensland di Australia ini berusaha mencari tahu tentang kenaikan berat badan perempuan yang memiliki pasangan dan yang tidak memiliki pasangan, selama 10 tahun terakhir. Ternyata perempuan dengan pasangan mengalami kenaikan berat badan hampir dua kali lipat dari perempuan yang hidup sendiri alias tidak memiliki pasangan.
Ketika kita memiliki lingkungan kehidupan yang baru, sebenarnya tidak ada yang berubah dalam proses metabolisme tubuh. Yang berubah adalah kebiasaan-kebiasaan kita yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan berat badan.
Faktanya: Seringkali kita menghabiskan waktu untuk menyenangkan diri kita bersama pasangan dengan mendatangi restoran-restoran. Rasa ketakutan akan kenaikan berat badan ini pupus, karena kita merasa memiliki pasangan yang menemani kita saat itu. Selain itu, faktanya, kita lebih cenderung memesan makanan penutup ketika memiliki pasangan. Sebab ada banyak waktu untuk menghabiskan hidangan pencuci mulut itu bersama dengan pasangan. Bahkan tak jarang kita akan menambah beberapa gelas minuman sebelum mengakhiri makan bersama pasangan.
Penelitian ini bisa membuka mata kita bahwa kita bisa tetap bahagia memiliki pasangan tanpa harus kelebihan bobot badan. Bahkan sebenarnya, ada cara yang lebih menyenangkan untuk menikmati makanan bersama pasangan. Caranya dengan mengubah gaya hidup makan siap saji di restoran, dengan meluangkan waktu bersama untuk memasak makanan sehat yang simpel. Sambil tetap menjalin hubungan berkualitas, Anda juga tetap bisa mengontrol lemak jahat (kolesterol) yang masuk ke dalam tubuh Anda.
read more "Punya Pasangan Bikin Perempuan Makin Melar?"

Urutan Prosesi Pernikahan

URUTAN PROSESI PERNIKAHAN
============================
I. UPACARA PENGISLAMAN (BAGI YANG BELUM ISLAM)
II. UPACARA PRA-NIKAH:
  1. PENYERAHAN CALON PENGANTIN LAKI-LAKI OLEH WAKIL KELUARGA LAKI-LAKI KEPADA WAKIL KELUARGA PEREMPUANUNTUK DINIKAHKAN (KELUARGA LAKI-LAKI DAN PEREMPUANBERDIRI BERHADAP-HADAPAN).
  2. PENERIMAAN OLEH WAKIL KELUARGA PENGANTIN PEREMPUAN DAN SIAP AKAN SEGERA DINIKAHKAN (LALU SEMUA HADIRIN DUDUK).
  3. PENGECEKKAN SURAT-SURAT DAN KELENGKAPAN PERNIKAHAN :
  • SURAT KETERANGAN BELUM NIKAH
  • SURAT IZIN ORANG TUA
  • SURAT KUASA MENIKAHKAN /WALI (DARI ORANGTUA ATAU DARI CALON TEMANTEN WANITA YANG ORANGTUANYA BUKAN MUSLIM).
  • MEMINTA KESEDIAAN MENJADI SAKSI-SAKSI
III. URUTAN UPACARA PERNIKAHAN:
  1. PEMBUKAAN DAN PENGANTAR PEMBAWA ACARA
  2. PEMBACAAN AYAT AL QUR’AN DAN TERJEMAHANNYA
  3. PEMBACAAN SYAHADAT BAGI KEDUA MEMPELAI
  4. MINTA DOA RESTU OLEH PENGANTIN PUTRI
  5. DITANYA KESIAPAN KEDUA MEMPELAI
  6. IJAB QOBUL (WALI SALAMAN DENGAN PENGANTIN LAKI-LAKI)
  7. DILANJUTKAN DOA DAN SHOLAWAT
  8. CIUM TANGAN ISTRI KEPADA SUAMI
  9. PENYERAHAN MAS KAWIN (DIBUKA DAN RING DIPAKAI)
  10. PEMBACAAN KEWAJIBAN SUAMI
  11. TANDA TANGAN SURAT NIKAH (SUAMI, ISTRI, WALI, SAKSI)
  12. KHUTBAH NIKAH
  13. PENUTUP
  14. UCAPAN SEAMAT DAN SALAM-SALAMAN SERTA FOTO BERSAMA

DETAIL URUTAN UPACARA PERNIKAHAN

III. 1. Pembukaan (oleh Pembawa acara)

Assalaamu ‘alaikum wr.wb.
Hadirin sekalian, Rasulullah SAW dalam suatu hadistnya menyatakan bahwa’ Annikaahu sunnatii, faman roghiba ‘an sunnatii falaisa minnii (Nikah itu sunnahku, maka siapa yang tidak suka sunnahku bukanlah dari golonganku). Untuk itu, marilah kita buka bersama upacara pernikahan yang insya Allah sebentar lagi akan segera berlangsung ini dengan bacaan ‘Basmalah’. BISMILLAHIR RAHMAANIR RAHIIM. Selanjutnya bersama ini kami sampaikan susunan acara pernikahan sebagai berikut:

III.2. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan terjemahannya

Hadirin sekalian. Untuk menambah keagungan dan keberkahan upacara pernikahan ini, marilah kita dengarkan bersama pembacaan ayat-ayat suci Al Quran yang akan dibawakan oleh Sdr…………………………………….dan terjemahannya oleh Sdr………………………dengan mengambil surat…………..ayat …………....s/d ayat…………… Kepada mereka berdua kami persilahkan.

III.3. Membaca Syahadah dan artinya (oleh penghulu diikuti temanten berdua)

Hadirin sekalian, khususnya kepada calon temanten berdua, marilah kita perbaharui janji dan kesaksian kita atas keesaan Allah agar iman kita selalu bertambah setiap saat. Kepada temanten berdua, marilah ikuti saya:
ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALAAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH (3x)
(Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)

III. 4. Meminta Doa Restu Orang Tua

Hadirin sekalian, dalam suatu hadist juga disebutkan bahwa: ‘RidholLaahi fii ridlhal waalidain’ (Ridho Allah itu terletak pada keridhoan ke dua orang tuanya). Oleh karena itu sebelum menikah sebaiknya memohon maaf serta meminta izin kepada kedua orang tuanya.
Namun bagi calon mempelai wanita yang orang tuanya belum Islam, hukum perwalian menjadi gugur sehingga izin orang tua tidak diperlukan. Mempelai wanita telah meminta Bapak Tachrir Fathoni sebagai wali hakim. Untuk itu saya minta ananda ……………….. mohon maaf dan memohon kepada walinya untuk menikahkannya.

Mempelai Perempuan:
  • Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, Bapak Wali hakim, saat ini ananda mohon maaf atas segala kesalahan ananda baik yang ananda sengaja maupun yang tidak disengaja.Selanjutnya ananda mohon doa restu serta mohon Bapak nikahkan ananda dengan Mas …………………….. Ananda “Ikhlas”, ananda ridho pernikahan ananda Bapak laksanakan.
Bapak/Wali:
  • Ananda...............Sebagai Wali hakim yang ananda beri amanah, Bapak telah memaafkan segala kesalahanmu dan Bapak merestui pernikahanmu dengan Ananda………………. Insya Allah sebentar lagi pernikahanmu akan Bapak laksanakan. Teriring doa semoga pernikahanmu penuh berkah dan kedamaian serta mendapatkan ridho Allah SWT, Amin ya Robbal alamin.
III. 5. Kesiapan Kedua Mempelai

Penghulu:
  • Bertanya kepada masing-masing calon suami/calon istri secara bergantian: Ananda ………………/ ……………. Apakah ananda ………………/………………. dengan tulus ikhlas tanpa paksaan mencintai ananda ………………/ ………………. dan siap untuk dinikahkan secara Islam?

Pengantin:
  • Ya, saya dengan tulus ikhlas tanpa paksaan mencintai ………………/……………….. dan siap untuk dinikahkan secara Islam.

Penghulu :
  • Alhamdulillah, dengan disaksikan para tokoh masyarakat, alim ulama, para saksi serta hadirin sekalian, kedua calon mempelai telah bersedia menikah dengan kesadaran sendiri secara ikhlash tanpa paksaan. Untuk itu sampailah kita pada acara terpenting dalam kehudupan kedua mempelai yaitu Ijab Qobul. Kepada orangtua/Bapak Wali hakim kami persilahkan untuk menikahkan kedua mempelai.

III. 6. Ijab-Qobul Nikah

Wali/Orang Tua (sambil berjabat tangan dengan memepelai lelaki) :

BISMILLAHIR RAHMAANIR RAHIIM.
ANANDA …………………. BIN …………………….SAYA NIKAHKAN ENGKAU DENGAN ANANDA
…………………… BINTI ……………………DENGAN MASKAWIN BERUPA ………………………………….

Temanten pria :

SAYA TERIMA PERNIKAHAN SAYA DENGAN ………………………… BINTI ……………………………
DENGAN MASKAWIN BERUPA ………………………………………………………………..

III. 7. Doa (Oleh Ustadz/penghulu)

BaarokalLaahu Lakuma bi Barookatil Faatihah,
A’UDZU BILLAHI MINASSYAITHONIR ROJIIM, BISMILLAHIR RAHMAANIR RAHIIM, ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIIN, ARRAHMAANIR RAHIIM, MAALIKI YAUMIDDIIN, IYYAKA NA’BUDU WA IYYAKA NASTA’IIN, IHDINASSHIRAATAL MUSTAQIIM, SHIRAATHAL LADZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM, GHOIRIL MAGHDHUUBI ‘ALAIHIM, WALADDHOOLLIIN. .AMIEN.
ALHAMDULILLAHI RABBIL ‘AALAMIIN, HAMDAN YUWAFII NI’AMAHU WAYUKAAFI’U MAZIIDAH, YAA RABBANAA LAKAL HAMDU, KAMA YAMBAGHI LIJALAALI WAJHIKALKAL KARIIM WA’ADHIIMI SULTHONIK, ALLAHUMMA SHOLLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD WA’ALAA ALIHI WA ASHHAABIHI AJMA’IIN.
ALLAHUMMA ALLIF BAINA …………… BIN ………………… WA ……………………BINTI …………………… KAMA ALLAFTA BAINA NABIYUKA ADAM WA HAWA, WA KAMA ALLAFTA BAINA ROSUULIKAL KARIIM MUHAMMAD S.A.W WA KHODIJAH AL- MUKARROMAH

Allahumma, Yaa Allaah, satukanlah hati kedua mempelai ini sebagaimana Engkau telah
menyatukan antara hati NabiMu Adam dan Hawa serta antara RasulMu yang mulia Muhammad
SAW dan Siti Khodijah.
Allahumma, Yaa Allaah, berkahilah kiranya kedua mempelai ini, dengan kehidupan yang
penuh dengan kebahagiaan di dunia dan di akherah.
Allahumma Yaa Allaah, anugerahilah kedua mempelai ini dengan keturunan yang saleh-saleh, yang berbakti kepadamu, dan taat kepada kedua orang tuanya serta berguna bagi Agama, Bangsa dan Negara.
Allahumma, Yaa Allah, rahmatilah kami semua yang hadir disini dengan kehidupan yang bahagia sejak di dunia sampai di akherat dan hindarkanlah kami dari siksa neraka.

Robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaama. Rabbana aatina fid dunyaa khasanah, wa fil akhirati khasanah waqinaa adzabannar, walhamdulillahi robbil aalamiin.

Penghulu:
Hadirin sekalian, dengan disaksikan para saksi yang mulia serta hadirin sekalian yang terhormat, alhamdulillah upacara pernikahan serta ijab dan qobul telah berlangsung dengan lancar menurut agama Islam.
Oleh karena itu, sejak selesainya ijab qobul tersebut, hubungan antara ananda …………… dengan ananda …………….. menurut agama Islam telah syah sebagai suami istri. Mudah-mudahan hidup kedua mempelai ini diberkahi cucuran rakhmat dari Allah SWT, serta bahagia di dunia dan di akherah. Amiin.

YAAA ROBBIGHFIR MUSTHOFAA, BALLIGH MAQOOSHIDANAA,
WAGHFIRLANAA MAA MADHOO, YA WAASI’AL KAROMIII. (4x)

III.8. Cium Tangan & Penyerahan Maskawin

Hadirin sekalian, selanjutnya, sebagai lambang kasih sayang serta ketaatan seorang istri kepada suami, saya minta Ananda …………. mencium tangan suaminya Mas ………………. Setelah itu suami menyerahkan maskawinnya dan memakaikan ring kawin kepada isterinya.

III.9. Pembacaan kewajiban suami-istri (sighat takhliq)

Selanjutnya kami mohon kesediaan kedua mempelai secara bergantian untuk mengucapkan janji setia serta kewajiban masing-masing kepada pasangannya. Janji dan kewajiban tersebut hendaknya selalu diingat baik-baik terutama apabila di kemudian hari nanti timbul permasalahan hubungan antara keduanya. (Teks kewajiban suami istri, lihat lampiran)

III. 10. Tanda tangan berkas pernikahan

Hadirin sekalian, acara berikutnya penandatangan berkas pernikahan. Untuk itu, kami mohon kedua mempelai, wali nikah, serta para saksi maju ke depan untuk menandatangani
dokumen pernikahan.

III.11. Khutbah nikah (oleh Ustadz)

III.12. Penutup (oleh Pembawa acara)

Hadirin sekalian, dengan telah selesainya khutbah nikah tersebut, maka seluruh rangkian upacara pernikahan menurut ajaran Islam telah selesai dilaksanakan. Kita doakan bersama semoga kedua mempelai tersebut selalu mendapatkan hidayah dan cucuran rahmat dari Allah SWT serta diberikan kebahagian di dunia ini sampai di kelak kemudian hari. Marilah acara ini kita tutup bersama dengan bacaan ‘HAMDALAH’. Alhamdu Lillahi Robbil ‘Aalamiin.
Wassalaamu ‘alaikum wr.wb.

III. 13. Ucapan selamat dan foto bersama

Seluruh hadirin dimohon berdiri untuk memberikan ucapan selamat kepada mempelai berdua dan keluarganya diiringi dengan bacaan sholawat. Kemudian dilanjutkan foto bersama.
SHOLLALLAH ‘ALA MUHAMMAD, SHOLLALLAH ‘ALAIHI WASALLAM
SHOLLALLAH ‘ALA MUHAMMAD, SHOLLALLAH ‘ALAIHI WASALLAM
SHOLLALLAH ‘ALA MUHAMMAD, SHOLLALLAH ‘ALAIHI WASALLAM

B U KU N I K A H

( …………………… ) (…………………)
Petikan dari buku pendaftaran nikah KMII Tokyo no : 01/KMII/II/2002.
Berdasarkan surat keterangan dari orang tua yang bersangkutan:
Nama :
Alamat:
yang telah diketahui (nama Ketua RT), Ketua RT………….. dan (nama Lurah)
Kepala Desa……………, Kecamatan……….., Kabupaten………, Propinsi………….)
sesuai suratnya tanggal ………. 2002.
‘Pergaulilah isterimu dengan baik’
Pada hari ini ………..tanggal…………… 2002, jam………….. bertempat di Mushola KBRI Tokyo, telah dilangsungkan akad nikah antara:

I. SEORANG LAKI-LAKI :
  1. Nama lengkap dan aliasnya :
  2. bin :
  3. Tanggal Lahir :
  4. Tempat Lahir :
  5. Pekerjaan :
  6. Tempat tinggal di Indonesia :
  7. Tempat tinggal di Jepang :
  8. Tanda -tanda istimewa :
  9. Jejaka, Duda atau beristeri :
  10. Pasphoto dan tanda tanganPenganten Perempuan
  11. Pasphoto dan tanda tangan Penganten Laki-Laki


II. DENGAN SEORANG PEREMPUAN :
  1. Nama lengkap dan aliasnya :
  2. binti :
  3. Tanggal lahir :
  4. Tempat lahir :
  5. Pekerjaan :
  6. Tempat tinggal :
  7. Tempat tinggal di Jepang :
  8. Tanda-tanda istimewa :
  9. Perawan atau janda :
  10. Pasphoto dan tanda tanganPenganten Perempuan
  11. Pasphoto dan tanda tangan Penganten Laki-Laki

III. YANG MENJADI WALI :
  1. Nama lengkap dan aliasnya :
  2. bin :
  3. Tanggal lahir (umur) :
  4. Pekerjaan :
  5. Tempat Tinggal di Jepang :
  6. Apa hubungannya (wali apa) :
IV. JIKA WALI ITU WALI HAKIM :

  1. Nama :
  2. Pangkat/jabatan :
  3. Sebabnya :
V. DENGAN MAS KAWIN :
  1. Berupa apa dan berapa banyak :
  2. Dibayar tunai atau di hutang :
  3. Sesudah akad nikah suami mengucapkan ta lik-talak atau tidak : Mengucapkan
VI. SAKSI-SAKSI PERNIKAHAN
  1. Nama :
  • Pekerjaan :
  • Alamat :
  • Tanda tangan :
2. Nama :
  • Pekerjaan :
  • Alamat :
  • Tanda tangan :
Dilakukan di Tokyo, …………… 2002.
KETUA Wali Hakim Pencatat Nikah
( ) ( ) ( )

Sighat Ta’lik Yang Dibacakan Sesudah Akad Nikah Sebagai Berikut :
Bismillahirrohmanirrohim
Sesudah akad nikah, saya ……………… bin ……………… Berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai suami, dan akan saya pergauli isteri saya bernama ……………… dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran syari’at Islam.
Selanjutnya saya membaca sighat ta’lik atas isteri saya itu sebagai berikut :
Sewaktu-waktu saya :
  1. Meninggalkan isteri saya tersebut dua tahun berturut-turut,
  2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,
  3. Atau saya menyakiti badan/jasmani isteri saya itu,
  4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya itu enam bulan lamanya,
Kemudian isteri saya tidak ridla dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut, dan isteri saya itu membayar uang sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada pengadilan dan petugas tersebut tadi saya kuasakan untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) itu dan kemudian menyerahkannya kepada Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Pusat untuk keperluan ibadah sosial.

YANG DIUCAPKAN PENGANTIN WANITA

Mengucapkan Syahadat:
ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALAAH,
WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH (3x)
(Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)

Mempelai Perempuan:
  • Bismillaahir Rahmaanir Rahiim,Bapak Wali hakim, saat ini ananda mohon maaf atas segala kesalahan ananda baik yang ananda sengaja maupun yang tidak disengaja.Selanjutnya ananda mohon doa restu serta mohon Bapak nikahkan anandadengan Mas …………….. Ananda “Ikhlas”, ananda ridho pernikahanananda Bapak laksanakan.
Pengantin:
  • Ya, saya dengan tulus tanpa paksaan mencintai ………………… Dan saya siap untukdinikahkan secara Islam.
=============================================================

YANG DIUCAPKAN PENGANTIN PRIA

Mengucapkan Syahadat:
ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALAAH,
WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH (3x)
(Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)

Pengantin:
  • Ya, saya dengan tulus tanpa paksaan mencintai ………………… Dan saya siap untuk dinikahkan secara Islam.
Temanten pria :
  • SAYA TERIMA PERNIKAHAN SAYA DENGAN ………………… BINTI……………… DENGAN MASKAWIN BERUPA …………………………………………

KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTERI
  1. Berlaku sopan santun terhadap isteri
  2. Memberi penuh perhatian terhadap isteri, dan selalu bermuka manis
  3. Berlaku adil, sabar dan mengemong/membimbing terhadap isteri atas kekurangan budi pekertinya
  4. Berusaha mempertinggi kecerdasan dan keimanan isteri dan memberikan pengertian dalam segala hal yang sangat berguna, dengan cara yang mungkin dilaksanakan
  5. memelihara kewibaan sebagai suami dengan jalan yang tidak menggunakan kekerasan
  6. Memberi kebebasan kepada isterinya untuk bergaul dan bergerak di tengah-tengah masyarakat, asal saja berjalan di atas hukum Allah
  7. Melarang isteri dari melakukan pekerjaan yang mungkin berakibat ma’siat dan kemungkaran
  8. Tidak memberi perintah yang memberatkan isteri dan yang tercela/terlarang
  9. Memberi nafkah menurut kekuatan dari hasil usaha suami
  10. Berusaha agar segara keperluan rumah tangga dapat cukup walaupun sederhana atas dasar tolong menolong
  11. Menghormati dan bersikap sopan santun terhadap keluarga

KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMI
  1. Taat dan patuh kepada suami dalam segala hal yang tidak menyimpang dari ajaran Islam
  2. Berlaku sopan santun terhadap suami
  3. Tidak menyiksa perasaan suami dan mempersulitnya
  4. Tidak berlaku cemburu yang tidak beralasan
  5. Berlaku adil, jujur dan sabar terhadap suami/keluarganya dan atas keku-rangan budi pekerti mereka
  6. Berhias dan bersolek untuk menyenangkan suami
  7. Berlaku hemat, cermat dan tidak pemboros
  8. Berlaku sebagai ibu dari putera-puterinya, selalu mendidik dan melayaninya dan berlaku adil dan jujur terhadap mereka
  9. Minta izin dan bermusyawarah kepada suami apabila hendak berbuat sesuatu di luar tugasnya sebagai isteri
  10. Mengatur dan menyusun rumah tangga
  11. Bersikap ridho dan syukur
  12. Membantu suami dalam memimpin keselamatan dan kebahagiaan seluruh keluarga terutama bagi anak-anaknya
read more "Urutan Prosesi Pernikahan"

Tahap-tahap Acara Perkawinan Adat Sunda

Pertama, tahap Nendeun Omong. Tahap ini adalah pembicaraan orang tua kedua pihak atau siapapun yang dipercaya jadi utusan pihak pria yang punya rencana mempersunting seorang gadis. Orang tua atau sang utusan datang bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak sang gadis akan dilamar. Sebelumnya memang orang tua masing-masing sudah membuat kesepakatan untuk menjodohkan atau laki-laki dan perempuannya sudah sepakat untuk ‘mengikat janji’ dalam suatu ikatan pernikahan, maka selanjutnya orang tua pria datang sendiri atau menyuruh orang ke rumah sang gadis untuk menyampaikan niat. Intinya, neundeun omong (titip ucap, menaruh perkataan atau menyimpan janji) yang menginginkan sang gadis agar menjadi menantunya. Dalam hal ini, orang tua atau utusan memerlukan kepandaian berbicara dan berbahasa, penuh keramahan.

Kedua, tahap Lamaran. Tahap melamar atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari tahap pertama. Proses ini dilakukan orang tua calon pengantin dan keluarga dekat. Hampir mirip dengan yang pertama, bedanya dalam lamaran, orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya, membawa lamareun sebagai simbol pengikat (pameungkeut), bisa berupa uang, seperangkat pakaian, semacam cincin pertunangan, sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada calon pengantin perempuannya. Selanjutnya, kedua pihak mulai membicarakan waktu dan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.

Ketiga, tahap Tunangan. Tahap ini adalah prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu dilakukan penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.

Keempat, tahap Seserahan (3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.

Kelima, tahap Ngeuyeuk seureuh (opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah). Tahap ini dilakukan sebagai berikut:

  1. Dipimpin Pengeuyeuk.
  2. Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
  3. Diiringi lagu kidung oleh Pangeuyeuk
  4. Disawer beras, agar hidup sejahtera.
  5. dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja.
  6. Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih bersih dan belum ternoda.
  7. Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
  8. Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria).

Keenam, tahap Membuat Lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan.

Ketujuh, tahap Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.

Kedepalan, tahap Upacara Prosesi Pernikahan:

  1. Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
  2. Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
  3. Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.
  4. Sungkeman,
  5. Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
  6. Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.
  7. Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.
  8. Nincak endog (menginjak telur), pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.
  9. Muka Panto (buka pintu). Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan.
*Dalam tahap dilengkapi, koreksi dan revisi :)
read more "Tahap-tahap Acara Perkawinan Adat Sunda"

Pernikahan Tanpa Restu Wali

Jika wali tidak mau menikahkan, harus dilihat dulu alasannya, apakah alasan syar’i atau alasan tidak syar’i. Alasan syar’i adalah alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’, misalnya anak gadis wali tersebut sudah dilamar orang lain dan lamaran ini belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir (misal beragama Kriten/Katholik), atau orang fasik (misalnya pezina dan suka mabok), atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, dan sebagainya. Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syar’i seperti ini, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak berpindah kepada pihak lain (wali hakim) (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989, hal. 90-91)

Jika seorang perempuan memaksakan diri untuk menikah dalam kondisi seperti ini, maka akad nikahnya tidak sah alias batil, meskipun dia dinikahkan oleh wali hakim. Sebab hak kewaliannya sesungguhnya tetap berada di tangan wali perempuan tersebut, tidak berpindah kepada wali hakim. Jadi perempuan itu sama saja dengan menikah tanpa wali, maka nikahnya batil. Sabda Rasulullah SAW,”Tidak [sah] nikah kecuali dengan wali.” (HR. Ahmad; Subulus Salam, III/117).

Namun adakalanya wali menolak menikahkan dengan alasan yang tidak syar’i, yaitu alasan yang tidak dibenarkan hukum syara’. Misalnya calon suaminya bukan dari suku yang sama, orang miskin, bukan sarjana, atau wajah tidak rupawan, dan sebagainya. Ini adalah alasan-alasan yang tidak ada dasarnya dalam pandangan syariah, maka tidak dianggap alasan syar’i. Jika wali tidak mau menikahkan anak gadisnya dengan alasan yang tidak syar’i seperti ini, maka wali tersebut disebut wali ‘adhol. Makna ‘adhol, kata Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, adalah menghalangi seorang perempuan untuk menikahkannya jika perempuan itu telah menuntut nikah. Perbuatan ini adalah haram dan pelakunya (wali) adalah orang fasik (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 116). Allah SWT berfirman :

“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian di antara kamu. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. “ (QS Al-Baqarah : 232)

Jika wali tidak mau menikahkan dalam kondisi seperti ini, maka hak kewaliannya berpindah kepada wali hakim (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/37; Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/33). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,”…jika mereka [wali] berselisih/bertengkar [tidak mau menikahkan], maka penguasa (as-sulthan) adalah wali bagi orang [perempuan] yang tidak punya wali.” (Arab : …fa in isytajaruu fa as-sulthaanu waliyyu man laa waliyya lahaa) (HR. Al-Arba’ah, kecuali An-Nasa`i. Hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu ‘Awanah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, Subulus Salam, III/118).

Yang dimaksud dengan wali hakim, adalah wali dari penguasa, yang dalam hadits di atas disebut dengan as-sulthan. Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam II/118 menjelaskan, bahwa pengertian as-sulthan dalam hadits tersebut, adalah orang yang memegang kekuasaan (penguasa), baik ia zalim atau adil (Arab : man ilayhi al-amru, jaa`iran kaana aw ‘aadilan). Jadi, pengertian as-sulthaan di sini dipahami dalam pengertiannya secara umum, yaitu wali dari setiap penguasa, baik penguasa itu zalim atau adil. (Bukan hanya dari penguasa yang adil). Maka dari itu, penguasa saat ini walaupun zalim, karena tidak menjalankan hukum-hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, adalah sah menjadi wali hakim, selama tetap menjalankan hukum-hukum syara’ dalam urusan pernikahan. Demikianlah pemahaman kami, wallahu a’lam.

Untuk mendapatkan wali hakim, datanglah ke Kepala KUA Kecamatan tempat calon mempelai perempuan tinggal. Hal ini karena di Indonesia sejak 14 Januari 1952 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952, wali hakim dijalankan oleh Kepala KUA Kecamatan, yang dilaksanakan oleh para Naib yang menjalankan pekerjaan pencatatan nikah dalam wilayah masing-masing. Peraturan ini berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura. Sedang untuk luar Jawa dan Madura, diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1952 dan mulai berlaku mulai tanggal 1 Juli 1952 (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989, hal. 91)

SYARAT PERNIKAHAN TANPA WALI DAN SAKSI

Wali dalam pernikahan adalah yang menjadi pihak pertama dalam aqad nikah, karena yang mempunyai wewenang menikahkan mempelai perempuan, atau yang melakukan ijab. Sedang mempelai laki-laki akan menjadi pihak kedua, atau yang melakukan qabul. Wali merupakan syarat sah pernikahan gadis, tanpa wali pernikahan tidak sah, kecuali menurut mazhab Hanafi yang mengatakan sah nikah tanpa wali.

Dalam sebuah hadist dikatakan "Janda lebih berhak atas dirinya dan gadis hanya ayahnya yang menikahkannya" (H.R. Daru Quthni). Dalam hadist Ibnu Abbas "Tidak ada nikah sah tanpa wali" atau “Nikah tidak sah tanpa wali”. (H.R. AHmad dan Ashab Sunan). Urutan wali adalah sbb :

  1. Ayah
  2. Kakek (bapaknya bapak)
  3. Saudara laki-laki sekandung
  4. Saudara laki-laki sebapak(lain ibu)
  5. Anak laki-lakinya saudara laki-laki kandung (keponakan)
  6. Anak laki-lakinya saudara laki-laki sebapak 7. Paman (saudara laki-laki bapak sekandung)
  7. Paman (saudara laki-laki bapak sebapak)
  8. Anak laki-laki dari paman nomor 6 dalam urutan ini
  9. Anak laki-lakidari paman nomor 7 dalam urutan ini Kalau semua wali tidak ada maka walinya adalah pemerintah (dalam hal ini KUA).

Madzhab Maliki memperbolehkan wali "kafalah", yaitu perwalian yang timbul karena seorang lelaki yang menanggung dan mendidik perempuan yang tidak mempunyai orang tua lagi, sehingga ia seakan telah menjadi orang tua perempuan tersebut.

Wali juga boleh diwakilkan, demikian juga pihak lelaki juga boleh mewakilan dalam melakukan akad nikah. Cara mewakilkan bisa dengan perkataan, misalnya wali mengatakan kepada wakilnya "aku mewakilkan perwalian si fulanah kepada saudara dalam pernikahannya dengan si fulan", atau juga bisa menggunakan tertulis dengan surat pewakilan. Surat pewakilan bersegel akan lebih baik secara hukum. Dalam mewakilan tidak disyaratkan menggunakan saksi.

Perlu diketahui bahwa dalam hukum islam ada kaidah yang mengatakan "Semua transaksi yang boleh dilakukan sendiri, maka boleh diwakilkan kepada orang lain, apabila transaksi tersebut memang boleh diwakilkan". Adapun wali A'dhal adalah wali yang menolak menikahkan anak gadisnya karena alasan tertentu. Bila alasan tersebut bersifat aniaya, misalnya dengan tanpa sebab tapi wali menolak menikahkan maka perwaliannya diambil alih secara paksa oleh pemerintah, dan pemerintah yang menikahkan wanita tersebut. Seorang non muslim tidak bisa menjadi wali atas muslimah, maka dicari wali yang muslim berdasarkan urutan di atas. Bila tidak ada maka pemerintah yang menggantikannya, dalam hal ini KUA.

Sebelum penulis mengemukakan syarat-syarat nikah tanpa wali dan saksi ini, terlebih dahulu penulis akan menyampaikan dua hal pokok. Pertama, bahwa nikah tanpa wali dan saksi biasa disebut segolongan ulama dengan istilah nikah mut’ah. Istilah ini berdasarkan pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa nikah tanpa wali dan saksi inilah yang disebut nikah mut’ah.

Sementara itu jumhur ulama mendefinisikan nikah mut’ah, yaitu aqad nikah yang ditentukan dengan batas waktu tertentu disertai dengan lafadh mut’ah, bila batas waktu yang telah ditentukan itu habis maka talaq jatuh walau mungkin istri masih berat kepada suami. Ada pula aqad nikah yang tanpa syarat wali dan saksi, yaitu dalam madzhab Al-Dhohiry. Jadi bila kita mengikuti pendapat jumhur ulama maka mut’ah dengan nikah madzhab Al-Dhohiry ada perbedaan teknis, tujuan dan syarat-syaratnya. Oleh karena itu pembahasan nanti akan terbagi menjadi dua, yaitu nikah mut’ah dan nikah dalam madzhab Al-Dhohiry.

Hal kedua yang ingin penulis sampaikan yaitu: untuk memperoleh data dari persyaratan nikah ini, penulis juga melakukan interview dengan beberapa tokoh fiqih (kyai), mengingat sulitnya memperoleh data dari kitab selain madzhab empat di Indonesia yang mayoritas penduduknya bermadzhab Syafi’i. Di dalam kitab Nail Al-Authar, dijumpai beberapa syarat berikut :

  1. Aqad nikah diselenggarakan dengan shighot mut’ah.
  2. Ditentukan masanya, misalnya sebulan, dua bulan dan seterusnya.
  3. Perempuan harus seorang janda, sedang bagi perempuan yang masih gadis maka wajib ada wali.
  4. Dalam keadaan jauh dari lingkungan keluarga (istri), misalnya pergi ke daerah lain dalam rangkaian bisnis, bertugas sebagai serdadu dan sebagainya.
  5. Adanya kekhawatiran untuk berbuat zina karena sebab pada nomor 4, atau karena istri tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai istri karena haidl yang tidak teratur dan sebagainya.
  6. Tidak saling mewarisi, dan ada mas kawin (mahar).
  7. Melakukan i’lan atau pemberitahuan minimal terhadap 40 orang di daerah ia tinggal maupun di daerah lain.

Demikian hasil dari kitab Nail Al-Authar jilid 9, bab nikah mut’ah.Dalam KITAB Bidayat Al-Mujtahid, dijumpai satu syarat lain, yaitu hendaknya dimeriahkan paling tidak dengan semacam kesenian tambur (terbangan-Indonesia).

Kesimpulannya, bahwa persyaratan nikah mut’ah terpencar-pencar di pelbagai kitab yang hanya merupakan lintasan pendapat atau sanggahan dari pengarang sebuah kitab. Syarat-syarat tersebut adalah:

  1. Aqad diselenggarakan dengan shighot mut’ah
  2. Ditentukan masanya
  3. Ada mas kawin (mahar)
  4. Tidak saling mewarisi
  5. Dalam keadaan darurat
  6. Aqad diselenggarakan dengan keramaian
  7. Adanya kekhawatiran berbuat zina
  8. Harus melakukan i’lan (pemberitahuan) kepada orang paling sedikit 40 orang, baik di tempat tinggal mereka ataupaun di daerah lain
  9. Perempuan (istri) berstatus janda (sudah pernah menikah). Sedang mengenai rukun-rukunnya adalah mempelai laki-laki dan memperlai perempuan.

Itulah syarat dan rukun nikah mut’ah. Mengenai syarat dan rukun nikah dalam madzhab Al-Dhodiry tidak harus janda, aqad dengan shighot nikah/zawaj, saling mewarisi sebagaimana lazimnya, tidak ditentukan dengan masa, tidak bergantung dengan keadaan darurat, tidak harus dimeriahkan, tidak dalam kekhawatiran berbuat zina, tidak harus berstatus janda, ada mahar (mas kawin). Rukun-rukunnya sama seperti diatas. Demikian dalam kitab Al-Muhalla karangan pengikut Al-Dhohiry, Ibnu Hazm. Wallahu a’lam. (Marhadi Muhayar).

Sumber: makalah-artikel.blogspot.com

read more "Pernikahan Tanpa Restu Wali"

Mencari Hari Untuk Hajatan Nikah

(Akad Nikah - Ijab)


Untuk kebutuhan ini kita mencari hari pernikahan dan nama kedua calom mempelai.

A. Mencari Hari Untuk Akad Nikah

Yang terpenting dalam pernikahan adalah hari akad nikahnya. Sebab hari akad nikah dapat mengatasi perhitungan-perhitungan lain yang kebetulan jatuh pada sifat/watak yang jelek. Untuk itulah, sebelum menentukan hari akad nikah terlebih dahulu dibutuhkan data-data untuk kedua calon pengantin.

Data yang harus dicari:

1. Mencari hari naas kedua mempelai serta kedua orang tuanya

Hari naas ada 3 macam.

  1. Hari ketiga dari hari kelahirannya
  2. Jumlah neptu hari dan pasaran kelahirannya
  3. Hari meninggal (geblag) -nya kedua orang tua

Untuk itu seluruh data yang diperlukan hendaknya dikumpulkan dahulu agar lebih mudah menghitungnya. Misalnya setelah dikumpulkan kita mempunyai data sebagai berikut.

Data Calon Pengantin Beserta Orang Tuanya

1 Hari ketiga dari hari kelahirannya

Dihitung 3 (tiga) hari dari hari kelahirannya

Contoh: Ahad Legi. Maka 3 hari setelah Ahad Legi adalah Selasa Pon. Dengan demikian Selasa Pon adalah hari .

2. Jumlah naptu hari dan pasaran kelahiran

Setelah naptu hari dan pasanan kelahiran calon mempelai dijumlahkan kemudian dihitung mulai dari hari kelahiran sampai habis.

Contoh: Ahad Legi (naptunya 10). Kemudian dihitung 10 hari setelahnya dan jatuh pada Selasa Kliwon. Dengan demikian Selasa Kliwon juga hari naasnya.

3. Hari meninggalnya (geblag) kedua orang tua

Hari meninggal (geblag)-nya kedua orang tua, adalah tepat dimana pada hari tersebut orang tuanya meninggal. Bila orang tua belum meninggal, maka tidak dihitung.

Contoh: Dari contoh, untuk calon mempelai wanita maka hari naas meninggalnya orang tua hanyalah dari hari meninggalnya ibu, yaitu Selasa Pahing.

Dari ketiga perhitungan yang ada, maka hari naas untuk calon pengantin perempuan adalah Selasa Pon, Selasa Kliwon dan Selasa Pahing.
Demikian selanjutnya dicari hari naas untuk lainnya, yaitu calon mempelai laki-laki, dan semua orang tuanya (baik dari pihak laki maupun perempuan). Bagi orang tua yang sudah meninggal tidak perlu dicari hari naasnya. Setelah seluruhnya dicari, maka kita akan mendapatkan kumpulan hari naas yang hendaknya dihindari seperti dalam table berikut:

Hari naas yang harus dihindari

2. Menentukan bulan untuk akad nikah

Sangat penting untuk diketahui. Walaupun dalam perhitungan nanti ada bulan tertentu termasuk pada bulan baik, tetapi kalau bulan tersebut tidak mempunyai hari Selasa Kliwon maka wataknya menjadi jelek dan perlu dihindari. Bulan demikian disebut bulan Surya, yang artinya suwung atau kosong tidak ada Anggara Kasihnya.

Watak bulan untuk ijab pengantin

daftar bulan sunya

Kembali pada contoh tentang data penganten, akad nikah direncanakan pada bulan Ruwah (Nopember - Desember) 1999. Dilihat dari sifat bulan, maka Ruwah adalah bulan baik, yaitu baik segala galanya. Selain itu bulan Ruwah 1999 termauk tahun Ehe 1932. Jadi bukan termasuk bulan Surya sehingga baik untuk akad nikah (ijab).

3. Menentukan model perhitungan yang akan dipergunakan.

Setelah bulan untuk pernikahan diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah mencari hari akad nikah yang baik. Patokan untuk menghitung hari akad nikah sebenarnya cukup banyak. Disini disajikan perhitungan Para Wali dan mempunyai arti sebagai berikut.

  • Sisa 1 berarti Wali, wataknya jelek.
  • Sisa 2 berarti Penghulu, wataknya sedang-sedang saja.
  • Sisa 3 berarti Pengantin, wataknya baik.

Untuk menghitung Para Wali ada tiga model.

a. Jumlah neptu hari dan pasaran (menurut Sapta- dan Pancawara) kedua mempelai ditambah dengan neptu hari, pasaran, tanggal, bulan dan tahun untuk akad nikah. Hasilnya dibagi tiga (3) dan harus habis agar jatuh pada Pengantin (baik).

Contoh :
Calon perempuan Jum'at Pon (13)
Calon laki-laki Rabo Kliwon (15)
Jumlah neptu keduanya 28
Akad nikah:
Jum'at Pon (13)
Ruwah (4)
Tanggal 10 (tanggal Jawa)
Tahun Ehe (5)
Kalau dijumlah , maka kesemuanya ada 60.

Jika jumlah neptu dibagi 3, (60:3=20) sisa 0. Jadi jatuh pada Pengantin, yang wataknya baik.

Jadi pernikahan baik dilaksanakan pada Jum'at Pon tanggal 10 Ruwah tahun Ehe 1932 atau untuk kalender Masehi jatuh pada tanggal 19 Nopember 1999.


b. Jumlah neptu hari dan pasaran menurut Sapta- dan Pancawara, tanggal, bulan serta tahun kedua mempelai ditambah dengan neptu nari dan pasaran hari akad nikah.

Contoh:
Calon perempuan lahir langgal 14 Januari 1968. Menurut perhitungan sama dengan Ahad (5) Legi (5), 13 Sawal (7) tahun Alip (1).
Calon laki-laki lahir tanggal 6 Nopember 1966. Menurut perhitungan sama dengan Ahad (5) Pahing (9) 23 Rejeb (2) tahun Jumakir (3).

Jumlah neptu = perempuan (5+5+7+13+1=31) + laki-laki (5+9+2+23+3=42), sehingga jumlah keduanya (31+42)=73.

Ijab direncanakan bulan Ruwah tahun Ehe 1932 (dalam Nopember 1999)

Dari jumlah neptu kedua calon pengantin yaitu 73, maka neptu ijab harus dicari sedemikian rupa agar bila dijumlah kesemuanya habis dibagi 3 (Pengantin). Untuk itu dipilih tanggal 17 Ruwah tahun Ehe 1932 atau tanggal 26 Nopember 1999.

Jadi hari ijabnya Jumat Kliwon naptunya 14. Setelah ditambah dengan perhitungan diatas (14+73=87) dibagi (87:3=29) sisanya 0. Jadi, jatuh pada Pengantin.

C Kelahiran calon mempelai tidak diketahui tanggal, bulan dan tahunnya, tetapi tahu neptu hari lahirnya saja. Bila hal ini terjadi, maka yang dipakai dasar menghitung adalah menjumlah naptu hari dan pasaran kedua mempelai ditambah dengan jumlah naptu hari dan pasaran akad nikahnya kemudian dibagi 3.

Untuk itu watak dari sisa bilangan yang ada menjadi demikian:

  • Sisa 1 berarti Wali, memiliki watak jelek.
  • Sisa 2 berarti Pengantin, memilik watak baik.
  • Sisa 3 berarti Penghulu, memiliki watak sedang-sedang saja.

Dengan demikian sisa pembagian seharusnya menjadi 2 agar jatuh pada Pengantin dan bukannya 3 yang jatuh pada Penghulu. Perhitungann ini untuk mengatasi perhitungan dengan model Para Wali bila tidak ditemukan hari yang baik untuk akad nikah.

Sebagai catatan, semua perhitungan yang sudah ditemukan harus diseleksi lagi dengan hari naas naas calon kedua pengantin beserta kedua orang tuanya dan juga tidak termasuk hari-hari jelek menurut Penanggalan dan Pawukon.

4. Menentukan hari dan tanggal akad nikah

Jumlah naptu kedua calon pengantin 73. Agar kalau dibagi 3 habis, maka dibutuhkan hari dan pasaran pada bulan Ruwah yang jumlah naptunya akan diulas sepenti berikut ini.

a) Jumlah naptu 11
Dalam contoh ini, kebetulan jatuh pada Senin Pon dan Jum'at Legi. Tanggal 29 Novemben 1999 atau hari Senin Pon, tanggal 20 wuku Gumbreg. Menunut pawukon Kala Tinantang wataknya jelek, yaitu selalu kekunangan sandang pangan, sering sakit-sakitan serta sering bertengkar.

Sementara hari Jum'at Legi jatuh pada tanggal 12 November 1999 atau tanggal 3 wuku Wukir. Menurut pawukon Ringkel Jalma, artinya watak apesnya manusia, sehingga wataknya jelek. Bahkan untuk bersanggama saja jika jadi anak, nasib anaknya akan selalu sial.

b) Jumlah neptu 14
Untuk jumlah neptu 14 jatuh pada Ahad Paling, Rabu Pon, Jum'at Kliwon, dan Sabtu Legi. Tanggal 28 November 1999 atau Ahad Pahing tanggal 19 wuku Gumbreg. Menurut pawukon Nuju Pati. Artinya wataknya jelek karena mampet rezekinya, susah sandang pangan, kalau dipergunakan untuk mantu tidak lama bercerai, dan selalu dirundung malang.

Tanggal 24 November 1999 atau hari Rabu Pon tanggal 15 wuku Tolu. Menurut pawukon jatuh Ringkel Jalma. Sementara tanggal 26 November 1999 atau jatuh pada hari Jumat Kliwon tanggal 17 wuku Tolu menurut Pawukon jatuh pada Kala Tinantang.

Tanggal 27 November 1999 atau jatuh pada hari Sabtu Legi tanggal 8 wuku Tolu. Menurut Pawukon maupun penanggalan wataknya baik, tetapi untuk tahun Ehe hari Sabtu termasuk hari jelek karena tanggal 1 Sura jatuh pada hari Sabtu Pahing dan hari Sabtu itu dinamakan Galengan Tahun. Menurut perhitungan lain hari Sabtu Legi merupakan hari yang jelek untuk akad nikah atau pernikahan karena hari tersebut kalau dipergunakan untuk bersanggama dan jadi anak, maka anaknya akan terkena sakit gila. Sedangkan akad nikah itu dapat diibaratkan sebagai hari permulaan untuk menanamkan benih manusia.

c) Jumlah naptu 17
Tanggal 18 November 1999 atau jatuh pada Kamis Pahing tanggal 9 Ruwah wuku Kuranthil. Menurut Pawukon jatuh pada perhitungan Ringkel Jalma, yang wataknya jelek.

Setelah kita cari untuk pasangan calon mempelai tersebut dalam bulan Ruwah Tahun Ehe 1932, tidak mendapatkan hari yang baik untuk akad nikah. Untuk masalah seperti ini, maka dapat diambil langkah-langkah seperti berikut.

  • Menawarkan kepada kedua orang tua untuk dicarikan bulan yang berdekatan dengan bulan Ruwah, tetapi wataknya juga baik. Misalnya, maju ke bulan Rejeb karena wataknya masih baik dan tidak termasuk bulan Surya.
  • Kalau kedua orang tua tetap bersikiukuh minta bulan Ruwah, maka harus dicarikan hari-hari yang paling ringan nisikonya.
  • Dicarikan perhitungan lain misalnya menggunakan perhitungan menunut para Wali (bagian c). Itu tentu kalau mantap di hati. Kalau ragu-ragu, jangan.

Namun, apabila kedua orang tua minta tetap dilaksanakan dalam bulan Ruwah karena ada hal-hal yang menyebabkan tidak dapat dimajukan maupun diundurkan, maka resiko yang paling ringan adalah hari Sabtu Legi tanggal 18 Ruwah yang jatuh pada tanggal 27 Nopember 1999 dengan beberapa pentimbangan.

Jumlah neptunya, (73+14 = 87). Jika dibagi 3, (87:3=29).
Berarti jatuh pada Pengantin yang wataknya baik. Yang dilanggar tidak terlalu berbahaya, yaitu Galengan Tahun. Karena biasanya akad nikah itu dilakukan siang hari dan acaranya pada umumnya malam hari sehingga kemungkinan besar malam pertama tidak dilaksanakan siang itu juga, tetapi dilakukan pada malam harinya dan sudah masuk malam minggu. Atau secara terus terang kedua mempelai diberitahu permasalahannya. Namun, karena orang berumah tangga itu untuk selamanya, maka diberitahukan kepada kedua orang tua calon mempelai agar diniatkan untuk dibangun nikah kalau sudah ada hari yang baik. Jadi, kesimpulannya akad nikah dilaksanakan pada tanggal 18 Ruwah hari Sabtu Legi wuku Tolu yang jatuh pada tanggal 27 Novemben 1999.

5. Menentukan saat akad nikah

Untuk menentukan saat / jam akad nikah dan keperluan lainnya ada beberapa pedoman. Yaitu saat Nabi, saat awal, dan akhir manusia. Disini digunakan saat awal dan akhir manusia. Yang menjadi pedoman dalam menentukan saat nikah hanyalah harinya saja, tanpa melihat pasarannya. Misalnya, akad nikah pada hari Sabtu Legi, maka yang menjadi pedoman adalah hari Sabtu.

Saat awal dan akhir manusia

Tempat wuku

6. Menentukan tempat duduk calon pengantin

Yang paling mudah dan aman dalam menentukan tempat duduk sewaktu akad nikah adalah menempati tempatnya wuku karena tempat tersebut adalah merupakan yang paling jaya. Akad nikah dilaksanakan pada wuku Tolu, tempatnya wuku di utara barat, maka duduknya calon pengantin di sebelah utara barat (barat laut) menghadap ke tenggara (timur selatan). Tempat ini tidak ada hubungannya dengan menghadapnya pelaminan.

read more "Mencari Hari Untuk Hajatan Nikah"


ShoutMix chat widget

Mau seperti ini?
Click aja disini---> Eko Kurniawan

Wedding Day

My Twitter

YM Status

Prakiraan Cuaca

SMS Gratis

IP
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

this widget by www.AllBlogTools.com