| ||||||
Penasaran ingin mengetahui? | ||||||
|
| ||||||
Penasaran ingin mengetahui? | ||||||
|
Vera Farah Bararah - detikHealth
Label: Aneka Ragam
Kedua, tahap Lamaran. Tahap melamar atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari tahap pertama. Proses ini dilakukan orang tua calon pengantin dan keluarga dekat. Hampir mirip dengan yang pertama, bedanya dalam lamaran, orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya, membawa lamareun sebagai simbol pengikat (pameungkeut), bisa berupa uang, seperangkat pakaian, semacam cincin pertunangan, sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada calon pengantin perempuannya. Selanjutnya, kedua pihak mulai membicarakan waktu dan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Ketiga, tahap Tunangan. Tahap ini adalah prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu dilakukan penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.
Keempat, tahap Seserahan (3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
Kelima, tahap Ngeuyeuk seureuh (opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah). Tahap ini dilakukan sebagai berikut:
Keenam, tahap Membuat Lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan.
Ketujuh, tahap Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.
Kedepalan, tahap Upacara Prosesi Pernikahan:
Label: Aneka Ragam
Jika wali tidak mau menikahkan, harus dilihat dulu alasannya, apakah alasan syar’i atau alasan tidak syar’i. Alasan syar’i adalah alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’, misalnya anak gadis wali tersebut sudah dilamar orang lain dan lamaran ini belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir (misal beragama Kriten/Katholik), atau orang fasik (misalnya pezina dan suka mabok), atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, dan sebagainya. Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syar’i seperti ini, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak berpindah kepada pihak lain (wali hakim) (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989, hal. 90-91)
Jika seorang perempuan memaksakan diri untuk menikah dalam kondisi seperti ini, maka akad nikahnya tidak sah alias batil, meskipun dia dinikahkan oleh wali hakim. Sebab hak kewaliannya sesungguhnya tetap berada di tangan wali perempuan tersebut, tidak berpindah kepada wali hakim. Jadi perempuan itu sama saja dengan menikah tanpa wali, maka nikahnya batil. Sabda Rasulullah SAW,”Tidak [sah] nikah kecuali dengan wali.” (HR. Ahmad; Subulus Salam, III/117).
Namun adakalanya wali menolak menikahkan dengan alasan yang tidak syar’i, yaitu alasan yang tidak dibenarkan hukum syara’. Misalnya calon suaminya bukan dari suku yang sama, orang miskin, bukan sarjana, atau wajah tidak rupawan, dan sebagainya. Ini adalah alasan-alasan yang tidak ada dasarnya dalam pandangan syariah, maka tidak dianggap alasan syar’i. Jika wali tidak mau menikahkan anak gadisnya dengan alasan yang tidak syar’i seperti ini, maka wali tersebut disebut wali ‘adhol. Makna ‘adhol, kata Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, adalah menghalangi seorang perempuan untuk menikahkannya jika perempuan itu telah menuntut nikah. Perbuatan ini adalah haram dan pelakunya (wali) adalah orang fasik (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 116). Allah SWT berfirman :
“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian di antara kamu. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. “ (QS Al-Baqarah : 232)
Jika wali tidak mau menikahkan dalam kondisi seperti ini, maka hak kewaliannya berpindah kepada wali hakim (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/37; Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/33). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,”…jika mereka [wali] berselisih/bertengkar [tidak mau menikahkan], maka penguasa (as-sulthan) adalah wali bagi orang [perempuan] yang tidak punya wali.” (Arab : …fa in isytajaruu fa as-sulthaanu waliyyu man laa waliyya lahaa) (HR. Al-Arba’ah, kecuali An-Nasa`i. Hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu ‘Awanah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, Subulus Salam, III/118).
Yang dimaksud dengan wali hakim, adalah wali dari penguasa, yang dalam hadits di atas disebut dengan as-sulthan. Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam II/118 menjelaskan, bahwa pengertian as-sulthan dalam hadits tersebut, adalah orang yang memegang kekuasaan (penguasa), baik ia zalim atau adil (Arab : man ilayhi al-amru, jaa`iran kaana aw ‘aadilan). Jadi, pengertian as-sulthaan di sini dipahami dalam pengertiannya secara umum, yaitu wali dari setiap penguasa, baik penguasa itu zalim atau adil. (Bukan hanya dari penguasa yang adil). Maka dari itu, penguasa saat ini walaupun zalim, karena tidak menjalankan hukum-hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, adalah sah menjadi wali hakim, selama tetap menjalankan hukum-hukum syara’ dalam urusan pernikahan. Demikianlah pemahaman kami, wallahu a’lam.
Untuk mendapatkan wali hakim, datanglah ke Kepala KUA Kecamatan tempat calon mempelai perempuan tinggal. Hal ini karena di Indonesia sejak 14 Januari 1952 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952, wali hakim dijalankan oleh Kepala KUA Kecamatan, yang dilaksanakan oleh para Naib yang menjalankan pekerjaan pencatatan nikah dalam wilayah masing-masing. Peraturan ini berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura. Sedang untuk luar Jawa dan Madura, diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1952 dan mulai berlaku mulai tanggal 1 Juli 1952 (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989, hal. 91)
SYARAT PERNIKAHAN TANPA WALI DAN SAKSI
Wali dalam pernikahan adalah yang menjadi pihak pertama dalam aqad nikah, karena yang mempunyai wewenang menikahkan mempelai perempuan, atau yang melakukan ijab. Sedang mempelai laki-laki akan menjadi pihak kedua, atau yang melakukan qabul. Wali merupakan syarat sah pernikahan gadis, tanpa wali pernikahan tidak sah, kecuali menurut mazhab Hanafi yang mengatakan sah nikah tanpa wali.
Dalam sebuah hadist dikatakan "Janda lebih berhak atas dirinya dan gadis hanya ayahnya yang menikahkannya" (H.R. Daru Quthni). Dalam hadist Ibnu Abbas "Tidak ada nikah sah tanpa wali" atau “Nikah tidak sah tanpa wali”. (H.R. AHmad dan Ashab Sunan). Urutan wali adalah sbb :
Madzhab Maliki memperbolehkan wali "kafalah", yaitu perwalian yang timbul karena seorang lelaki yang menanggung dan mendidik perempuan yang tidak mempunyai orang tua lagi, sehingga ia seakan telah menjadi orang tua perempuan tersebut.
Wali juga boleh diwakilkan, demikian juga pihak lelaki juga boleh mewakilan dalam melakukan akad nikah. Cara mewakilkan bisa dengan perkataan, misalnya wali mengatakan kepada wakilnya "aku mewakilkan perwalian si fulanah kepada saudara dalam pernikahannya dengan si fulan", atau juga bisa menggunakan tertulis dengan surat pewakilan. Surat pewakilan bersegel akan lebih baik secara hukum. Dalam mewakilan tidak disyaratkan menggunakan saksi.
Perlu diketahui bahwa dalam hukum islam ada kaidah yang mengatakan "Semua transaksi yang boleh dilakukan sendiri, maka boleh diwakilkan kepada orang lain, apabila transaksi tersebut memang boleh diwakilkan". Adapun wali A'dhal adalah wali yang menolak menikahkan anak gadisnya karena alasan tertentu. Bila alasan tersebut bersifat aniaya, misalnya dengan tanpa sebab tapi wali menolak menikahkan maka perwaliannya diambil alih secara paksa oleh pemerintah, dan pemerintah yang menikahkan wanita tersebut. Seorang non muslim tidak bisa menjadi wali atas muslimah, maka dicari wali yang muslim berdasarkan urutan di atas. Bila tidak ada maka pemerintah yang menggantikannya, dalam hal ini KUA.
Sebelum penulis mengemukakan syarat-syarat nikah tanpa wali dan saksi ini, terlebih dahulu penulis akan menyampaikan dua hal pokok. Pertama, bahwa nikah tanpa wali dan saksi biasa disebut segolongan ulama dengan istilah nikah mut’ah. Istilah ini berdasarkan pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa nikah tanpa wali dan saksi inilah yang disebut nikah mut’ah.
Sementara itu jumhur ulama mendefinisikan nikah mut’ah, yaitu aqad nikah yang ditentukan dengan batas waktu tertentu disertai dengan lafadh mut’ah, bila batas waktu yang telah ditentukan itu habis maka talaq jatuh walau mungkin istri masih berat kepada suami. Ada pula aqad nikah yang tanpa syarat wali dan saksi, yaitu dalam madzhab Al-Dhohiry. Jadi bila kita mengikuti pendapat jumhur ulama maka mut’ah dengan nikah madzhab Al-Dhohiry ada perbedaan teknis, tujuan dan syarat-syaratnya. Oleh karena itu pembahasan nanti akan terbagi menjadi dua, yaitu nikah mut’ah dan nikah dalam madzhab Al-Dhohiry.
Hal kedua yang ingin penulis sampaikan yaitu: untuk memperoleh data dari persyaratan nikah ini, penulis juga melakukan interview dengan beberapa tokoh fiqih (kyai), mengingat sulitnya memperoleh data dari kitab selain madzhab empat di Indonesia yang mayoritas penduduknya bermadzhab Syafi’i. Di dalam kitab Nail Al-Authar, dijumpai beberapa syarat berikut :
Demikian hasil dari kitab Nail Al-Authar jilid 9, bab nikah mut’ah.Dalam KITAB Bidayat Al-Mujtahid, dijumpai satu syarat lain, yaitu hendaknya dimeriahkan paling tidak dengan semacam kesenian tambur (terbangan-Indonesia).
Kesimpulannya, bahwa persyaratan nikah mut’ah terpencar-pencar di pelbagai kitab yang hanya merupakan lintasan pendapat atau sanggahan dari pengarang sebuah kitab. Syarat-syarat tersebut adalah:
Itulah syarat dan rukun nikah mut’ah. Mengenai syarat dan rukun nikah dalam madzhab Al-Dhodiry tidak harus janda, aqad dengan shighot nikah/zawaj, saling mewarisi sebagaimana lazimnya, tidak ditentukan dengan masa, tidak bergantung dengan keadaan darurat, tidak harus dimeriahkan, tidak dalam kekhawatiran berbuat zina, tidak harus berstatus janda, ada mahar (mas kawin). Rukun-rukunnya sama seperti diatas. Demikian dalam kitab Al-Muhalla karangan pengikut Al-Dhohiry, Ibnu Hazm. Wallahu a’lam. (Marhadi Muhayar).
Sumber: makalah-artikel.blogspot.com
Label: Budaya / Culture
(Akad Nikah - Ijab)
Untuk kebutuhan ini kita mencari hari pernikahan dan nama kedua calom mempelai.
A. Mencari Hari Untuk Akad Nikah
Yang terpenting dalam pernikahan adalah hari akad nikahnya. Sebab hari akad nikah dapat mengatasi perhitungan-perhitungan lain yang kebetulan jatuh pada sifat/watak yang jelek. Untuk itulah, sebelum menentukan hari akad nikah terlebih dahulu dibutuhkan data-data untuk kedua calon pengantin.
Data yang harus dicari:
1. Mencari hari naas kedua mempelai serta kedua orang tuanya
Hari naas ada 3 macam.
Untuk itu seluruh data yang diperlukan hendaknya dikumpulkan dahulu agar lebih mudah menghitungnya. Misalnya setelah dikumpulkan kita mempunyai data sebagai berikut.
1 Hari ketiga dari hari kelahirannya
Dihitung 3 (tiga) hari dari hari kelahirannya
Contoh: Ahad Legi. Maka 3 hari setelah Ahad Legi adalah Selasa Pon. Dengan demikian Selasa Pon adalah hari .
2. Jumlah naptu hari dan pasaran kelahiran
Setelah naptu hari dan pasanan kelahiran calon mempelai dijumlahkan kemudian dihitung mulai dari hari kelahiran sampai habis.
Contoh: Ahad Legi (naptunya 10). Kemudian dihitung 10 hari setelahnya dan jatuh pada Selasa Kliwon. Dengan demikian Selasa Kliwon juga hari naasnya.
3. Hari meninggalnya (geblag) kedua orang tua
Hari meninggal (geblag)-nya kedua orang tua, adalah tepat dimana pada hari tersebut orang tuanya meninggal. Bila orang tua belum meninggal, maka tidak dihitung.
Contoh: Dari contoh, untuk calon mempelai wanita maka hari naas meninggalnya orang tua hanyalah dari hari meninggalnya ibu, yaitu Selasa Pahing.
Dari ketiga perhitungan yang ada, maka hari naas untuk calon pengantin perempuan adalah Selasa Pon, Selasa Kliwon dan Selasa Pahing.
Demikian selanjutnya dicari hari naas untuk lainnya, yaitu calon mempelai laki-laki, dan semua orang tuanya (baik dari pihak laki maupun perempuan). Bagi orang tua yang sudah meninggal tidak perlu dicari hari naasnya. Setelah seluruhnya dicari, maka kita akan mendapatkan kumpulan hari naas yang hendaknya dihindari seperti dalam table berikut:
2. Menentukan bulan untuk akad nikah
Sangat penting untuk diketahui. Walaupun dalam perhitungan nanti ada bulan tertentu termasuk pada bulan baik, tetapi kalau bulan tersebut tidak mempunyai hari Selasa Kliwon maka wataknya menjadi jelek dan perlu dihindari. Bulan demikian disebut bulan Surya, yang artinya suwung atau kosong tidak ada Anggara Kasihnya.
Kembali pada contoh tentang data penganten, akad nikah direncanakan pada bulan Ruwah (Nopember - Desember) 1999. Dilihat dari sifat bulan, maka Ruwah adalah bulan baik, yaitu baik segala galanya. Selain itu bulan Ruwah 1999 termauk tahun Ehe 1932. Jadi bukan termasuk bulan Surya sehingga baik untuk akad nikah (ijab).
3. Menentukan model perhitungan yang akan dipergunakan.
Setelah bulan untuk pernikahan diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah mencari hari akad nikah yang baik. Patokan untuk menghitung hari akad nikah sebenarnya cukup banyak. Disini disajikan perhitungan Para Wali dan mempunyai arti sebagai berikut.
Untuk menghitung Para Wali ada tiga model.
a. Jumlah neptu hari dan pasaran (menurut Sapta- dan Pancawara) kedua mempelai ditambah dengan neptu hari, pasaran, tanggal, bulan dan tahun untuk akad nikah. Hasilnya dibagi tiga (3) dan harus habis agar jatuh pada Pengantin (baik).
Contoh :
Calon perempuan Jum'at Pon (13)
Calon laki-laki Rabo Kliwon (15)
Jumlah neptu keduanya 28
Akad nikah:
Jum'at Pon (13)
Ruwah (4)
Tanggal 10 (tanggal Jawa)
Tahun Ehe (5)
Kalau dijumlah , maka kesemuanya ada 60.
Jika jumlah neptu dibagi 3, (60:3=20) sisa 0. Jadi jatuh pada Pengantin, yang wataknya baik.
Jadi pernikahan baik dilaksanakan pada Jum'at Pon tanggal 10 Ruwah tahun Ehe 1932 atau untuk kalender Masehi jatuh pada tanggal 19 Nopember 1999.
b. Jumlah neptu hari dan pasaran menurut Sapta- dan Pancawara, tanggal, bulan serta tahun kedua mempelai ditambah dengan neptu nari dan pasaran hari akad nikah.
Contoh:
Calon perempuan lahir langgal 14 Januari 1968. Menurut perhitungan sama dengan Ahad (5) Legi (5), 13 Sawal (7) tahun Alip (1).
Calon laki-laki lahir tanggal 6 Nopember 1966. Menurut perhitungan sama dengan Ahad (5) Pahing (9) 23 Rejeb (2) tahun Jumakir (3).
Jumlah neptu = perempuan (5+5+7+13+1=31) + laki-laki (5+9+2+23+3=42), sehingga jumlah keduanya (31+42)=73.
Ijab direncanakan bulan Ruwah tahun Ehe 1932 (dalam Nopember 1999)
Dari jumlah neptu kedua calon pengantin yaitu 73, maka neptu ijab harus dicari sedemikian rupa agar bila dijumlah kesemuanya habis dibagi 3 (Pengantin). Untuk itu dipilih tanggal 17 Ruwah tahun Ehe 1932 atau tanggal 26 Nopember 1999.
Jadi hari ijabnya Jumat Kliwon naptunya 14. Setelah ditambah dengan perhitungan diatas (14+73=87) dibagi (87:3=29) sisanya 0. Jadi, jatuh pada Pengantin.
C Kelahiran calon mempelai tidak diketahui tanggal, bulan dan tahunnya, tetapi tahu neptu hari lahirnya saja. Bila hal ini terjadi, maka yang dipakai dasar menghitung adalah menjumlah naptu hari dan pasaran kedua mempelai ditambah dengan jumlah naptu hari dan pasaran akad nikahnya kemudian dibagi 3.
Untuk itu watak dari sisa bilangan yang ada menjadi demikian:
Dengan demikian sisa pembagian seharusnya menjadi 2 agar jatuh pada Pengantin dan bukannya 3 yang jatuh pada Penghulu. Perhitungann ini untuk mengatasi perhitungan dengan model Para Wali bila tidak ditemukan hari yang baik untuk akad nikah.
Sebagai catatan, semua perhitungan yang sudah ditemukan harus diseleksi lagi dengan hari naas naas calon kedua pengantin beserta kedua orang tuanya dan juga tidak termasuk hari-hari jelek menurut Penanggalan dan Pawukon.
4. Menentukan hari dan tanggal akad nikah
Jumlah naptu kedua calon pengantin 73. Agar kalau dibagi 3 habis, maka dibutuhkan hari dan pasaran pada bulan Ruwah yang jumlah naptunya akan diulas sepenti berikut ini.
a) Jumlah naptu 11
Dalam contoh ini, kebetulan jatuh pada Senin Pon dan Jum'at Legi. Tanggal 29 Novemben 1999 atau hari Senin Pon, tanggal 20 wuku Gumbreg. Menunut pawukon Kala Tinantang wataknya jelek, yaitu selalu kekunangan sandang pangan, sering sakit-sakitan serta sering bertengkar.
Sementara hari Jum'at Legi jatuh pada tanggal 12 November 1999 atau tanggal 3 wuku Wukir. Menurut pawukon Ringkel Jalma, artinya watak apesnya manusia, sehingga wataknya jelek. Bahkan untuk bersanggama saja jika jadi anak, nasib anaknya akan selalu sial.
b) Jumlah neptu 14
Untuk jumlah neptu 14 jatuh pada Ahad Paling, Rabu Pon, Jum'at Kliwon, dan Sabtu Legi. Tanggal 28 November 1999 atau Ahad Pahing tanggal 19 wuku Gumbreg. Menurut pawukon Nuju Pati. Artinya wataknya jelek karena mampet rezekinya, susah sandang pangan, kalau dipergunakan untuk mantu tidak lama bercerai, dan selalu dirundung malang.
Tanggal 24 November 1999 atau hari Rabu Pon tanggal 15 wuku Tolu. Menurut pawukon jatuh Ringkel Jalma. Sementara tanggal 26 November 1999 atau jatuh pada hari Jumat Kliwon tanggal 17 wuku Tolu menurut Pawukon jatuh pada Kala Tinantang.
Tanggal 27 November 1999 atau jatuh pada hari Sabtu Legi tanggal 8 wuku Tolu. Menurut Pawukon maupun penanggalan wataknya baik, tetapi untuk tahun Ehe hari Sabtu termasuk hari jelek karena tanggal 1 Sura jatuh pada hari Sabtu Pahing dan hari Sabtu itu dinamakan Galengan Tahun. Menurut perhitungan lain hari Sabtu Legi merupakan hari yang jelek untuk akad nikah atau pernikahan karena hari tersebut kalau dipergunakan untuk bersanggama dan jadi anak, maka anaknya akan terkena sakit gila. Sedangkan akad nikah itu dapat diibaratkan sebagai hari permulaan untuk menanamkan benih manusia.
c) Jumlah naptu 17
Tanggal 18 November 1999 atau jatuh pada Kamis Pahing tanggal 9 Ruwah wuku Kuranthil. Menurut Pawukon jatuh pada perhitungan Ringkel Jalma, yang wataknya jelek.
Setelah kita cari untuk pasangan calon mempelai tersebut dalam bulan Ruwah Tahun Ehe 1932, tidak mendapatkan hari yang baik untuk akad nikah. Untuk masalah seperti ini, maka dapat diambil langkah-langkah seperti berikut.
Namun, apabila kedua orang tua minta tetap dilaksanakan dalam bulan Ruwah karena ada hal-hal yang menyebabkan tidak dapat dimajukan maupun diundurkan, maka resiko yang paling ringan adalah hari Sabtu Legi tanggal 18 Ruwah yang jatuh pada tanggal 27 Nopember 1999 dengan beberapa pentimbangan.
Jumlah neptunya, (73+14 = 87). Jika dibagi 3, (87:3=29).
Berarti jatuh pada Pengantin yang wataknya baik. Yang dilanggar tidak terlalu berbahaya, yaitu Galengan Tahun. Karena biasanya akad nikah itu dilakukan siang hari dan acaranya pada umumnya malam hari sehingga kemungkinan besar malam pertama tidak dilaksanakan siang itu juga, tetapi dilakukan pada malam harinya dan sudah masuk malam minggu. Atau secara terus terang kedua mempelai diberitahu permasalahannya. Namun, karena orang berumah tangga itu untuk selamanya, maka diberitahukan kepada kedua orang tua calon mempelai agar diniatkan untuk dibangun nikah kalau sudah ada hari yang baik. Jadi, kesimpulannya akad nikah dilaksanakan pada tanggal 18 Ruwah hari Sabtu Legi wuku Tolu yang jatuh pada tanggal 27 Novemben 1999.
5. Menentukan saat akad nikah
Untuk menentukan saat / jam akad nikah dan keperluan lainnya ada beberapa pedoman. Yaitu saat Nabi, saat awal, dan akhir manusia. Disini digunakan saat awal dan akhir manusia. Yang menjadi pedoman dalam menentukan saat nikah hanyalah harinya saja, tanpa melihat pasarannya. Misalnya, akad nikah pada hari Sabtu Legi, maka yang menjadi pedoman adalah hari Sabtu.
6. Menentukan tempat duduk calon pengantin
Yang paling mudah dan aman dalam menentukan tempat duduk sewaktu akad nikah adalah menempati tempatnya wuku karena tempat tersebut adalah merupakan yang paling jaya. Akad nikah dilaksanakan pada wuku Tolu, tempatnya wuku di utara barat, maka duduknya calon pengantin di sebelah utara barat (barat laut) menghadap ke tenggara (timur selatan). Tempat ini tidak ada hubungannya dengan menghadapnya pelaminan.
Label: Budaya / Culture
Copyright 2011 - Eko Kurniawan
Theme designed by: Raycreations.net, Ray Hosting | Free Blogger Templates